Senin, 17 Agustus 2015

Merayakan HUT Proklamasi RI dalam Tradisi Katolik


Tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal itu, di tahun 1945, pemimpin bangsa kita, Soekarno dan Moh. Hatta, memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan itu diperuntukkan bagi rakyat Indonesia, tanpa membedakan ras, suku, golongan, agama atau partai. Bung Karno dan Bung Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menyatakan bahwa rakyat Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan bangsa asing. Dengan kemerdekaan itu, setiap rakyat Indonesia memiliki hak yang sama di tanah air yang tercinta ini.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan momen yang menggembirakan bagi rakyat Indonesia. Jika kita menelusuri sejarah di saat itu, kita dapat merasakan suasana gembira di hati sanubari warga. Mereka bersukacita menyambut proklamasi. Mereka bergembira menyongsong kemerdekaan.

Kegembiraan atas proklamasi ternyata bukan hanya menjadi milik rakyat Indonesia zaman ’45 saja. Kegembiraan itu menjadi kegembiraan rakyat Indonesia kini dan di masa datang. Saat ini pun rakyat Indonesia diajak untuk bergembira dan bersukacita merayakan peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Atas kegembiraan itu, rakyat Indonesia diajak untuk menghaturkan syukur. Semua rakyat Indonesia bergembira merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Merayakan kegembiraan atas HUT kemerdekaan dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Sebagai warga Negara, orang merayakannya dengan upacara bendera dan acara-acara lomba yang banyak digelar. Sebagai warga Gereja, orang katolik di seluruh Indonesia merayakannya dengan perayaan ekaristi. Dalam tradisi liturgi Gereja Katolik, ulang tahun proklamasi Indonesia masuk dalam kategori Hari Raya. Sebagai hari raya, perayaan ekaristinya meriah. Salah satu ciri kemeriahan itu adalah adanya tiga bacaan liturgi.

Ada empat hal yang hendak dibangun dalam diri umat katolik dengan perayaan ekaristi itu. Pertama, umat Katolik diajak untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan karena anugerah kemerdekaan yang diberikan-Nya. Bagi umat Katolik, kemerdekaan yang didapat bangsa Indonesia bukan semata-mata perjuangan anak bangsa, melainkan juga anugerah, rahmat dan berkat Tuhan. Hal ini senada dengan bunyi alinea ketiga mukadimah UUD’45, “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Kedua, umat Katolik diajak untuk mengenangkan jasa para pahlawan serta mendoakan mereka. Ini merupakan bentuk ungkapan terima kasih kepada para pejuang kemerdekaan. Dengan mengenang dan mendoakan mereka, umat katolik menaruh rasa hormat pada mereka. Tentu kita ingat akan kata-kata Bung Karno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai jasa-jasa pahlawannya.”

Ketiga, selain mendoakan para pahlawan, umat katolik berdoa juga untuk bangsa Indonesia, seluruh rakyat Indonesia, agar terhindar dari malapetaka dan dapat mencapai kesejahteraan serta hidup damai. Umat berdoa bukan hanya untuk umat Katolik atau Kristen saja, melainkan untuk semua rakyat Indonesia, tanpa melihat suku, ras, agama, golongan dan aliran ideologinya. Hal ini terlihat dalam upacara Doa Umat.

Keempat, selain bersyukur dan berdoa, umat Katolik diajak juga untuk merenung Sabda Tuhan. Di atas telah dikatakan bahwa ulang tahun kemerdekaan ini dalam liturgi Katolik termasuk Hari Raya, dimana ada 3 bacaan Sabda Tuhan untuk direnungkan. Umat diajak untuk merenungkan sabda Tuhan ini agar dapat menemukan kehendak Tuhan di sana. Hasil renungan itu melahirkan pertanyaan: apa yang bisa aku lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini? Dengan kata lain, renungan mengajak umat katolik, sebagai warga Negara, untuk berperan aktif membangun bangsa ini.

Bacaan pertama diambil dari Kitab Putra Sirakh 10: 1 – 8. Di sini sabda Tuhan lebih ditujukan kepada para pemimpin bangsa ini, baik legislatif, yudikatif maupun eksekutif; baik tingkat pusat maupun daerah, agar mereka menggunakan kekuasaan yang diberikan atau dipercayakan kepada mereka dengan bijaksana. Sikap bijaksana pemimpin dalam menjalankan kuasanya dapat berdampak positif bagi rakyat, seperti mendatangkan ketertiban, keteraturan serta kesejahteraan. Jadi, terlihat jelas bahwa kekuasaan yang ada pada para pemimpin bangsa ini diarahkan untuk kebaikan bersama, bukan demi kepentingan pribadi, keluarga atau golongannya sendiri. Lewat bacaan pertama ini Tuhan menghendaki agar para pemimpin memperhatikan kepentingan rakyatnya.

Bacaan kedua diambil dari 1 Petrus 2: 13 – 17. Berbeda dengan bacaan pertama, di sini Tuhan meminta rakyat untuk berlaku bijaksana. Surat Petrus ini menyadarkan umat bahwa saat ini mereka adalah orang-orang merdeka dan meminta umat untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaan itu. Nasehat ini dapat diterapkan juga untuk konteks kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui surat Rasul Petrus ini, kita dapat mengetahui kehendak Tuhan bagi kita, yaitu supaya kita memanfaatkan kemerdekaan kita dengan bijaksana. Rasul Petrus merinci bentuk bijaksana dalam kemerdekaan seperti takut akan Allah, mengasihi sesama dan menghormati pemerintahan.

Bacaan Injil dalam perayaan ekaristi HUT Kemerdekaan RI tahun ini diambil dari Matius 22: 15 – 21. Dalam Injil diperlihatkan jawaban bijaksana Tuhan Yesus dalam menghadapi pertanyaan menjebak kaum Farisi dan orang-orang Herodian. “Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar; dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.” Pernyataan Yesus ini dapat diterapkan untuk kehidupan kita saat ini. Setiap warga Negara Indonesia adalah juga warga Gereja. Di sini Tuhan Yesus mengajak umat-Nya untuk mengadakan pembedaan antara Negara dan Gereja; antara pemerintahan dan agama. Jangan sampai urusan keagamaan ditimpakan kepada pemerintahan Negara; atau agama dipaksakan ke pemerintahan Negara. Dengan kata lain, Yesus mau mengajari kita untuk tidak mengagamakan Negara atau menegarakan agama.

Dari ketiga bacaan liturgi ini, kita dapat menarik satu kesimpulan berkaitan dengan apa yang hendak direnungkan oleh umat katolik dalam merayakan ulang tahun proklamasi ini. Umat diajak untuk merenung agar dapat mengetahui kehendak Tuhan baginya. Dan itu ada dalam bacaan liturgi tadi. Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik adalah Tuhan menghendaki supaya umat menggunakan kemerdekaan dengan bijaksana. Menggunakan kemerdekaan dengan bijaksana merupakan bentuk lain dari tidak menyalahgunakan kemerdekaan itu.

Sebenarnya nasehat Tuhan, yang terdapat dalam bacaan-bacaan liturgi ini, sudah pernah disuarakan oleh para pemimpin bangsa ini sejak berdirinya Negara ini. Salah satunya adalah Presiden Indonesia yang pertama. Bung Karno pernah menasehati rakyat Indonesia bahwa proklamasi hanyalah menghantar rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Tugas rakyat ke depannya adalah mengisi kemerdekaan itu dengan penuh bertanggung jawab.

Bung Karno telah mewanti-wanti bahwa suatu saat akan ada penjajahan baru, yang ironisnya, dilakukan oleh anak bangsa sendiri. Ini merupakan wujud penyalahgunaan kemerdekaan, karena bukannya mensejahterakan semua orang, melainkan diri sendiri. Akan ada orang Indonesia yang bergembira di atas penderitaan sesama warga Indonesia. Jadi, setelah lepas dari penjajahan bangsa asing, akan ada penjajah baru yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri.

Apa yang dikatakan Bung Karno ini sudah nyata di depan mata kita saat ini. Ahmad Safii Maarif menyebut para penjajah itu dengan diistilahkan londo ireng. Ada banyak wujudnya. Koruptor yang merajalela di negeri ini merupakan salah satu bentuknya. Koruptor adalah orang yang bersukacita di atas penderitaan orang lain. Selain itu, ada juga penindasan yang dilakukan oleh kaum mayoritas terhadap kaum minoritas, meski sama-sama warga Negara yang mempunyai hak yang sama. Eksploitasi kekayaan alam yang dilakukan oleh sekelompok orang demi kepentingan pribadi atau keluarganya.

Oleh karena itulah, dalam perayaan ekaristi ini, Gereja Katolik mengajak umatnya untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaannya. Umat katolik diminta untuk menggunakan kemerdekaannya demi pemerdekaan sesamanya. Dengan kata lain, kemerdekaan yang didapat bukan untuk dinikmati sendiri, melainkan dibagikan kepada sesama. Dengan demikian dapatlah terwujud cita-cita bangsa kita, yaitu kesejahteraan hidup bagi rakyat Indonesia.

Sumber: kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar