Selasa, 30 Juli 2019

Disebut Anak Allah Yang Mahatinggi


Dalam Injil diceritakan bahwa orang “takjub mendengar pengajaran-Nya” dan menyaksikan perbuatan-Nya, sampai berkata: “Yang begini ini belum pernah kita lihat” (Mrk 1:22; 2:12). Bahkan sampai bertanya: “Apa ini? Suatu ajaran baru! Ia berkata-kata dengan kuasa, roh-roh jahat pun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya”; “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (Mrk 1:27; 4:41). Rasa kagum dan heran tidak sampai di situ saja. Pengalaman Paska lebih lagi memenuhi mereka dengan rasa takjub, mulai dengan para wanita yang “lari meninggalkan kubur, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka” (Mrk 16:8) sampai Paulus yang berjumpa dengan Tuhan yang mulia pada perjalanan ke Damsyik (Damaskus). Dari rasa heran serta kagum itu mereka menulis mengenai Yesus, yang diimani sebagai orang yang datang dari Allah.

Memang tidak semua orang percaya akan hal itu; orang Yahudi mendiskusikannya antara mereka. Ada yang berkata: “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat”. Tetapi orang yang disembuhkan oleh Yesus itu menjawab, “Jikalau orang ini tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 9:16.33). Dan begitu terus, tidak pernah ada “bukti”. Hanya kalau orang melihat Yesus, pasti akan timbul pertanyaan: “Apa pendapatmu tentang Kristus?” (Mat 22:42). Jawabannya dirumuskan dengan berbeda-beda dalam Perjanjian Baru. Namun pokok jawaban selalu jelas, “Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia” (Kis 10:38).
Paulus merumuskan keyakinan itu sebagai berikut:
“Allah, dengan perantaraan Kristus, mendamaikan kita dengan diri-Nya; Ia mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus” (2Kol 5:18-19).
Kesatuan Kristus dengan Allah merupakan pokok dan inti iman Paulus akan Kristus. Guna mengungkapkan iman ini ia juga memakai kata “Anak Allah”. Dengan kata itu mau dinyatakan bahwa dalam diri Yesus, Allah mewahyukan diri secara konkret kepada Paulus, “Allah berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku” (Gal 1:16); “kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya” (Rm 5:10). Kesatuan antara Allah dan Kristus begitu erat bagi Paulus, sehingga ia dapat berkata bahwa “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus mati untuk kita” (Rm 5:8). Bagi Paulus, wafat Kristus merupakan tanda kasih Allah, dan kalau dikatakan bahwa “Allah memanggil kamu menjadi satu dengan Anak-Nya” (1Kor 1:9; bdk. Rm 8:29), jelaslah bahwa yang pokok bukan kesatuan Kristus dengan Allah, melainkan kesatuan Allah dengan kita dalam dan oleh Kristus.

Sejak pertemuan dengan Kristus pada perjalanan ke Damsyik Paulus hanya dapat “menantikan kedatangan Anak (Allah) dari surga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang” (1Tes 1:10). Yesus disebut “Anak Allah” karena menghubungkan kita dengan Allah, karena menjadi pengantara antara Allah dan manusia. Dengan nama “Anak Allah” dinyatakan bahwa Yesus yang mulia, yang bangkit dari antara orang mati, merupakan titik temu kita dengan Allah.

Yohanes merumuskan hal yang sama dengan cara yang lain. Dengan mudah perkembangan pikiran Yohanes dapat diikuti dalam pernyataan pada awal Injilnya.
“Pada mulanya ada Firman,
dan Firman itu pada Allah,
dan Allah-lah Firman itu;
Ia pada mulanya ada pada Allah.
Segala sesuatu terjadi oleh Dia,
dan tanpa Dia tidak terjadi apa-apa” (Yoh 1:1-2).
Yohanes berbicara mengenai Firman, mengenai Sabda, tetapi yang dimaksudkan adalah Yesus. Hal itu jelas dari awal suratnya yang pertama, di dalamnya ia mengatakan:
“Apa yang ada sejak semula, yang kami dengar,
yang kami lihat dengan mata kepala sendiri,
yang kami saksikan, dan
yang diraba tangan kami
tentang Firman kehidupan,
(itulah yang kami tuliskan kepadamu].
Apa yang kami lihat,
dan kami dengar,
kami beritakan kepada kamu juga,
supaya kamu pun memiliki persekutuan dengan kami.
Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa
dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus” (1Yoh 1:1.3).
Sabda, yang sejak semula bersama dengan Bapa, itulah Yesus. Mengenai pribadi Yesus, yang dilihat dan didengar itu, dikatakan bahwa Ia sudah ada “pada mulanya”, mendahului segala-galanya. Belum ada apa-apa, kecuali Allah sendiri. Maka dikatakan bahwa Sabda ada “pada Allah”, artinya bersama-sama dengan Allah. Kalau Sabda sudah sejak segala abad bersama dengan Allah, Ia sama abadi dengan Allah. Dengan perkataan lain, Allah-lah Firman itu. Tetapi itu tidak berarti bahwa Sang Sabda dan Allah sama saja. “Ia ada pada Allah” artinya sekaligus setingkat, sama-sama abadi, namun terbedakan juga, sebagai Bapa dan Anak. Dalam Injil Yohanes Yesus bersabda, “Bapa lebih besar daripada Aku” (Yoh 14:28).
“Aku datang dari Bapa
dan Aku datang ke dalam dunia;
Aku meninggalkan dunia lagi,
dan Aku pergi kepada Bapa” (Yoh 16:28).
Hidup Yesus tidak lain daripada “datang dari Bapa dan pergi kepada Bapa”. Karena Ia datang dari Bapa, maka Ia terbedakan dari Bapa; tetapi karena pergi kepada Bapa, Ia juga tidak terpisah dari Bapa. Dilihat dari sudut dunia, semua itu sulit dimengerti: “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari surga?” (Yoh 6:42).

Kesulitan yang dirasakan oleh Yohanes sendiri, diletakkan dalam mulut orang Yahudi, “Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah” (Yoh 10:33). Yesus memang seorang manusia, tetapi bukan hanya manusia saja. Ia lebih daripada seorang manusia. Ia mengenal Allah lebih daripada semua orang lain. Kelebihan itu diungkapkan dalam kata-kata-Nya, bahwa Ia berasal dari Allah, bahwa Ia Anak Allah, bahwa Ia sudah ada sebelum segala abad (lih. Yoh 8:58).

Bertemu dengan Yesus berarti bertemu dengan Allah: “Barangsiapa melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9). Dalam diri Yesus, Allah mewahyukan diri: “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada pada pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (Yoh 1:18).

Yesus tidak hanya disebut “Anak”, juga “Firman”, “Cahaya” dan “Hidup”, sebab Ia adalah sabda Allah kepada manusia, cahaya abadi yang menerangi dunia dan kehidupan kekal bagi kaum beriman. Nama-nama itu tidak mengungkapkan “kodrat” Yesus, melainkan lebih menunjukkan fungsi-Nya, peranan-Nya bagi kita, manusia biasa. Dengan cara yang berbeda-beda nama-nama itu menyatakan bahwa “Dialah benar-benar Penyelamat dunia” (Yoh 4:42).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar