Bayangkan jika Anda berada di tahun 100, tinggal di daerah Korintus. Anda pergi ke Gereja di Korintus, dan Anda telah mendengar surat-surat Paulus yang dibacakan. Mungkin Anda pernah mendengar salah satu Injil dibaca, dan beberapa tulisan lain dari para rasul. Tapi, pada masa itu dalam sejarah, Perjanjian Baru belum disusun menjadi sebuah kanon. Tidak ada kumpulan buku yang bisa diterima sebagai “Perjanjian Baru”. Pada saat itu belum ada kitab “Perjanjian Baru”. Dan ingat juga bahwa pada jaman itu di kekaisaran Romawi, orang Kristen dibunuh karena percaya kepada Yesus dan karena tidak menyembah dewa-dewa berhala. Orang-orang Kristen tidak dapat dengan bebas berjalan membawa Alkitab dan pergi ke Gereja. Cara utama yang Anda pelajari tentang iman kristen berasal dari para murid yang telah diberi ajaran dari para Rasul sendiri.
Selain tulisan-tulisan dari para Rasul, tulisan-tulisan lain mulai muncul. Ada satu tulisan yang ditulis pada tahun 90 masehi yang disebut “Gembala Hermas”. Buku itu dianggap buku berharga oleh banyak orang Kristen, dan dianggap kitab suci kanonik oleh beberapa Bapa gereja perdana seperti St. Irenaeus. Buku “Gembala Hermas” sangat populer di kalangan umat Kristen pada abad ke-2 dan ke-3. Namun, karena semakin banyak tulisan muncul di tempat kejadian pada masa itu, maka semakin penting untuk mengetahui tulisan mana saja yang merupakan Kebenaran dan mana yang tidak. Banyak tulisan-tulisan bidaah yang tidak benar mengenai iman Kristen mulai muncul sangat awal. Jauh sebelum Kitab “Perjanjian Baru” yang resmi diterima oleh umat Kristen, ada beberapa ajaran sesat yang muncul. Lalu bagaimana Gereja seharusnya menangani hal ini?
Jika setiap Gereja saat ini hanyalah beberapa komunitas otonom seperti yang banyak diklaim oleh Kristen Prostestan, lalu bagaimana caranya melawan ajaran-ajaran yang sesat? Jika tidak ada otoritas Gereja yang tersentral, dan selain itu karena pada saat itu belum ada Kitab Suci yang diterima secara universal; Lalu bagaimana caranya untuk mencegah banyak gereja-gereja yang bermunculan dan masing-masing gereja itu mengklaim sebagai Kebenaran tanpa ada yang menggugat klaim dari gereja-gereja itu? Coba bayangkan situasi pada saat itu.
Situasi-situasi seperti ketika seseorang yang ke suatu gereja, dan di gereja itu dia diajarkan bahwa tubuh fisik kita adalah hal yang buruk, bahwa kita hanya terjebak di dalam tubuh yang buruk itu dan bahwa yang benar-benar penting adalah hanya jiwa kita. Juga seperti ajaran di suatu gereja yang menyatakan bahwa Yesus benar-benar hanya manifesto atau ikon di bumi dan Yesus benar-benar tidak memiliki tubuh fisik. Bagaimana gereja-gereja otonom yang terpisah-pisah melawan ini? Anggaplah jika, seseorang di gereja Anda di Korintus mengajarkan hal ini. Maka, para tetua di gereja itu bisa mengusir orang itu keluar dan melarang mengajar di gereja itu, tapi pengusiran dan larangan itu sama sekali tidak bisa menghentikan orang itu untuk pergi ke jalan dan bergabung dengan gereja lain. Atau, dia bahkan bisa memulai sendiri gerejanya yang bersebelahan dengan gereja Anda. Apakah tetua gereja Anda memiliki wewenang untuk menghentikannya?
Tidak, cara itu tidak dapat menghentikan orang itu jika gereja-gereja pada masa mula-mula seperti model Protestan modern seperti saat ini yaitu kumpulan gereja-gereja otonom yang diikat bersama oleh tubuh tak terlihat. Jika gereja-gereja perdana itu seperti gereja-gereja otonom maka mereka tidak memiliki otoritas sama sekali. Selain itu, tidak akan ada cara untuk membuktikan bahwa ada ajaran oleh gereja yang “tersesat” tertentu adalah ajaran yang salah karena belum ada penerimaan secara bersama (universal) adanya Kitab Suci “Perjanjian Baru” yang sudah dikanonisasi. Apakah Anda dapat membayangkan dan melihat bagaimana permasalahan ini akan menjadi bencana bagi gereja mula-mula? Apakah model Kristen Protestan modern itu benar? Hanya berdasarkan Alkitab? Mustahil!
Sebenarnya kita dapat benar-benar melihat di dalam tulisan-tulisan Gereja Perdana bahwa model “gereja Protestan” modern tidak ada dan tidak dikenal. Gereja Perdana memiliki otoritas yang terpusat dan sangat penting bagi Gereja untuk berkembang dan berjuang melawan ajaran sesat dari awal hingga seterusnya.
St. Ignatius dari Antiokhia, adalah murid dari St. Petrus. Dia diajariiman Kristen oleh St. Petrus. Dia kemudian diangkat menjadi Uskup Antiokhia oleh St. Petrus. Dia menulis surat kepada umat di Smirna yang tinggal di Turki modern sekitar 300 mil barat daya Antiokhia. Dalam suratnya ia menulis tentang wewenang Gereja, Gereja Katolik dan bagaimana Gereja Katolik memiliki kemampuan untuk melawan ajaran sesat yang telah ditetapkan pada tahun 100 M.
Hendaklah dianggap layak Ekaristi yang benar, adalah Ekaristis yang dilakukan oleh Uskup, atau oleh seseorang yang ditunjuk dan dipercayakan oleh Uskup. Di mana ada Uskup, di situlah juga ada umat; sama seperti, dimanapun Yesus Kristus berada, ada Gereja Katolik. ~ St. Ignatius dari Antiokhia umat di Smirna (tahun 103 M)
Jadi, pada tahun 103 M, St. Ignatius menunjukkan bahwa Gereja memiliki hierarki dan bahwa dia adalah wakil Yesus di Bumi, dan bahwa Gereja itu Katolik! Dia terus berbicara tentang otoritas dan hirarki ini …
Lihatlah bahwa kalian semua mengikuti Uskup, sama seperti yang dilakukan Yesus Kristus kepada Bapa, dan para pastor kepada para rasul; Dan para diakon, sebagai institusi Tuhan. Jangan biarkan orang melakukan sesuatu yang berhubungan dengan Gereja tanpa Uskup. ~ St. Ignatius dari Antiokhia ke Smyrnaeans (tahun 103 M)
Dengan kata lain, Uskup memiliki wewenang dari Kristus dan mereka seharusnya tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Uskup. Dia juga menulis surat kepada jemaat di Efesus, sedikit lebih jauh ke selatan Smirna, menyuruh mereka untuk mematuhi Uskup dan untuk menghindari semua ajaran yang tidak disetujui oleh Uskup.
… maka Anda harus mematuhi Uskup dan para Pastor dengan pikiran yang tidak terbagi, membagikan satu roti yang sama, yang merupakan obat keabadian, dan obat penawar untuk mencegah kita dari kematian, tetapi [yang berarti] bahwa kita akan hidup selamanya di dalam Yesus Kristus. ~ St. Ignatius dari Antiokhia ke Efesus (c 103 103)
Dan dia bahkan menulis kepada umat di Filadelfia, sebuah kota di selatan Antiokhia bahwa Tuhan tidak tinggal di komunitas manapun yang tidak bersatu dengan Uskup.
Karena di mana ada perpecahan dan kemurkaan, Tuhan tidak tinggal di sana. Kepada semua orang yang bertobat, Tuhan memberikan pengampunan, jika mereka berbalik dalam penyesalan kepada kesatuan Allah, dan untuk persekutuan dengan Uskup. ~ Ignatius dari Antiokhia kepada orang Filadelfia (tahun 103 M)
Jadi, di sini kita lihat, pada awal 103 Masehi, seorang pemimpin Kristen, telah berurusan dengan hal-hal otoritas dan ajaran sesat di Gereja. Dia tidak menyebutkan bahwa Kitab Suci adalah otoritas terakhir, namun Uskup itu. Bahwa uskup telah diberi kuasa Kristus.
Uskup diberi peran dengan diberi wewenang dari Kristus, ketika kita mendengar Uskup, kita mendengar Kristus. Untungnya, kita juga memiliki kepastian dari Yesus bahwa Roh Kudus-Nya akan mencegah Gereja untuk mengajarkan kesalahan, dalam hal doktrin mengenai iman dan moral.
Delapan puluh tahun kemudian, kita melihat sosok lain yang sangat penting muncul di tempat kejadian. St. Irenaeus dari Lyons, yang berasal dari Smirna dan kemudian pindah ke Lugdunum di Gaul untuk ditahbiskan sebagai Uskup di sana. Menariknya, St. Irenaeus diajarkan iman Kristen oleh St. Polikarpus, yang adalah murid Yohanes, Yohanes Penginjil, “murid yang dikasihi”.
Pada saat itu Ajaran-ajaran sesat semakin gencar, mereka tumbuh di mana-mana, untungnya Gereja, yang memiliki struktur otoritatif yang telah diturunkan kepada mereka dari Kristus melalui para rasul melakukan “uji kelayakan” untuk melawan ajaran sesat ini.
St. Irenaeus menulis sebuah dokumen berjudul “Adversus Haereses” (Against Heresies) yang sekali lagi menunjukkan bahwa Gereja tidak mengikuti model modern dari gereja-gereja otonom yang diikat bersama oleh tubuh yang tak terlihat. Dengan tegas St. Irenaeus tidak mengikuti model gereja moderen, dia menegaskan bahwa Gereja memiliki otoritas yang terpusat dan masih belum ada kanon Perjanjian Baru yang ditetapkan. Sebenarnya St. Irenaeus berbicara tentang bagaimana secara mutlak Yesus mendirikan Gereja yang mengajar dengan Otoritas dan Tradisi Suci.
Misalkan ada timbul perselisihan sehubungan dengan beberapa pertanyaan penting di antara kita, bukankah kita mempunyai Gereja Peradna sebagai narasumber dimana para rasul saat itu sangat konstan berkomunikasi dengan mereka? dan belajar dari mereka apa yang pasti dan jelas mengenai pertanyaan sekarang? Bagaimana seharusnya jika para rasul sendiri tidak meninggalkan tulisan untuk kita? Tidakkah perlu mengikuti jalannya Tradisi yang mereka turunkan kepada orang-orang yang berkomitmen terhadap gereja-gereja? ~ St. Irenaeus dari Lyons, melawan Bidaah (sekitar tahun 180 M)
Menurut St. Irenaeus, kita harus menjawab permasalahan ajaran sesat dan perpecahan di Gereja dengan otoritas Tradisi Suci, struktur pengajaran Gereja dalam persatuan dengan ajaran-ajaran sejak awal. Setelah 150 tahun sejak kebangkitan Yesus Kristus, barulah kita mengetahui bahwa ini adalah salah satu ajaran Gereja. St. Irenaeus juga melanjutkan dengan menunjukkan bahwa Suksesi Apostolik diperlukan untuk membuat otoritas ini benar.
… tradisi yang berasal dari para rasul, dari … Gereja yang dikenal secara universal didirikan dan diorganisir di Roma oleh dua rasul yang paling mulia, Petrus dan Paulus … yang turun ke zaman kita melalui suksesi para uskup. Karena ini adalah masalah kebutuhan bahwa setiap Gereja harus setuju dengan Gereja ini, karena otoritasnya yang unggul …
Dia bahkan mencantumkan Uskup Roma dari St. Petrus sampai pada jamannya.
… Rasul yang diberkati … menyerahkan ke tangan Linus kantor episkopat [dari Roma] … Kepada dia menggantikan Anacletus … Clement … Evaristus … Alexander … Sixtus … Telephorus … Hyginus … Anicetus … Soter … [dan] Eleutherius sekarang … meneruskan warisan dari keuskupan.
Kebenaran Iman dipelihara di Gereja dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Sesuatu yang pada akhirnya akan menjadi jelas selama berabad-abad untuk diikuti akan menjadi kebutuhan untuk menentukan buku dan surat apa yang akan dikenali sebagai “kitab suci.” Semakin banyak tulisan muncul, dan ajaran sesat terus berlanjut membanjiri. Sama seperti ketika Gereja mengalahkan satu ajaran sesat, kemudian ajaran sesat yang lain akan muncul. Dan juga saat penganiayaan secara brutal terhadap Gereja berlanjut di abad pertama, kejelasan tentang tulisan-tulisan Kristen menjadi penting. Dan dari semua itu, banyak orang Kristen telah menjadi martir dan akan berlanjut, dan perlu mengetahui buku mana yang sangat berharga untuk dicintai. Dan setelah semua itu masih ada lagi tulisan-tulisan yang lebih banyak dan lebih banyak surat dan “Injil” yang mengaku-mengaku benar akan terus muncul, dan akan semakin sulit untuk mempertahankan pengajaran yang solid tentang Kebenaran yang diturunkan dari Kristus.
Sumber: pendalamanimankatolik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar