MASA KECIL HINGGA MENJELANG DEWASA
St. Hieronimus dilahirkan dengan nama lengkap Eusebius Hieronimus Sophronius pada tahun 342 di Stridon, tepatnya di kota kecil perbatasan Pannonia, Dalmatia dan Italia, dekat Aquileia. Ayahnya bernama Eusebius adalah seorang yang saleh. Ia mendidik St. Hieronimus dalam hidup kristiani yang taat. Di Roma, St. Hieronimus Belajar pada Donatus seorang penyembah berhala dan ahli tata bahasa yang terkenal. Ia menjadi seorang ahli bahasa Latin dan Yunani, tetapi sayang setelah menjadi murid seorang penyembah berhala, dia pun menjadi seorang kafir dan lupa akan kebenaran dan kesalehan yang telah ditanamkan kepadanya sewaktu masa kecilnya. St. Hieronimus mempunyai kebiasaan yang sungguh-sungguh buruk dan kasar, tetapi ia merasa sangat tidak bahagia dan menjadi seorang yang asing akan kekristenan, diperbudak oleh kesia-siaan dan juga kedagingan. Kemudian ia bertobat dan memberi diri untuk dibaptis oleh Paus Liberius di Roma.
HIDUP BERPADANG GURUN
Pada tahun 374 St. Hieronimus pergi ke Antiokia dan membuat tempat tinggal di sana. Beberapa waktu kemudian ia jatuh sakit. Dalam keadaan sakit itulah St. Hieronimus mengalami suatu sentuhan Tuhan yang begitu mendalam. Pengalaman ini memberikan pengaruh yang besar dalam dirinya yang kemudian semakin diteguhkan saat pertemuannya dengan St. Malchus yang memberikan pandangan mengenai hidup rohani. Setelah mengalami semua itu, St. Hieronimus memutuskan untuk pergi ke Chalics, di sebelah tenggara Antiokia. Dia menderita lebih dari sekedar sakit fisik dan selain itu ia mendapat godaan kedagingan yang begitu kuat.
Di padang gurun yang berbatu-batu, liar dan terpencil itu, St. Hieronimus menulis surat kepada St. Eustochium. Ia menulis “Terbakar oleh panasnya matahari yang menghanguskan dan begitu menakutkan, bahkan untuk para pertapa yang tinggal di sini. Aku melihat tampaknya aku berada di tengah-tengah kesenangan-kesenangan dan hiruk pikuknya kota Roma, dan juga seperti di dalam pembuangan dan penjara, yang terdapat ketakutan akan neraka. Aku dengan sukarela menghukum diriku sendiri, tiada teman, yang ada hanyalah kalajengking dan binatang buas. Aku acapkali membayangkan diriku menyaksikan tarian para gadis Roma, dan aku ada di tengah-tengah mereka. Wajahku begitu pucat karena puasa, walaupun demikian aku masih merasakan serangan dari hasrat dalam tubuhku yang dingin, dalam dagingku yang kering dan hangus karena matahari ini. Sepertinya aku mati sebelum kematian itu datang. Nafsuku menjadi begitu hidup dan aku sendirian dengan musuh ini. Aku memberikan diriku dalam roh di kaki Yesus, membasahinya dengan air mataku, dan aku menjinakkan nafsuku dengan berpuasa selama seminggu penuh. Aku tidak malu untuk menyingkapkan godaan-godaanku. Aku seringkali menangis dari malam sampai siang hari dan memukul dadaku sampai ketenangan itu kembali.”
Dalam hal ini St.Hieronimus berpikir bahwa Tuhan mengijinkan hal-hal itu terjadi agar hamba-hambanya senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti jejak-Nya. Untuk meredam pemberontakan dari kedagingan, St. Hieronimus menambah aktivitas hariannya dengan belajar bahasa dan tulisan Ibrani. St. Hieronimus dapat melihat bahwa segala kelemahan itu hidup dalam dirinya. Ia berkata “Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan, karena aku dapat memetik buah-buah yang manis dari segala pelajaran yang pahit yang telah aku alami selama ini.”
MENINGGALKAN PADANG GURUN DAN MENJADI SEORANG IMAM
Pada tahun 379 karena kemajuan hidup rohaninya, St. Hieronimus diangkat sebagai imam oleh Paulinus, Uskup Antiokia. St. Hieronimus pergi ke Konstantinopel belajar kitab suci dibawah bimbingan St.Gregorius dari Nazianze. Dan setelah itu ia pergi ke Roma untuk menghadiri konsili. Beberapa waktu setelah konsili, Paus St. Damasus meminta St. Hieronimus untuk menjadi sekretarisnya. Atas permintaan Paus, St. Hieronimus membuat revisi Kitab Suci. Saat itu Kitab Suci yang ada sangat tidak bagus karena banyak terjemahan-terjemahan yang buruk, dan interpolasi yang serampangan. Revisi ini adalah revisi pertama dari Kitab Suci berbahasa Latin yang ada.
MULAI MENGALAMI PERTENTANGAN
Disamping aktivitas dan tugas-tugasnya, St. Hieronimus juga membantu mengembangkan dan mengarahkan semangat asketis yang sedang berkembang, yang juga diikuti oleh para wanita bangsawan Roma, diantaranya adalah St. Paula dengan anak-anaknya, St. Blesilla dan St. Eustochium. Mereka ini nantinya menjadi pengikut pertama yang pergi ke tanah suci untuk bergabung dengan St. Hieronimus. St. Hieronimus sangat gigih dalam memerangi para penyembah berhala dan orang-orang yang hidup dalam kejahatan, serta kaum religius yang mempunyai semangat suam-suam kuku, dan mereka sangat terganggu oleh kata-kata keras, blak-blakan dan tajam dari St. Hieronimus. Setelah Paus Damasus meninggal pada tahun 384, St. Hieronimus tidak lagi mendapat perlindungan dan ia pun tidak lagi menjabat sebagai sekretaris Paus.
Dalam suratnya tentang kemurnian yang ia tulis kepada St. Eustochium, dia menulis dengan tajam mengenai beberapa komunitas-komunitas Kristen, ia menulis “Semua keinginan mereka adalah selalu mengenai pakaian-pakaian mewah dan indah-indah, seharusnya mereka dibawa ke kamar pengantin dari pada menjadi seorang biarawan; pikiran mereka hanya ingin mengetahui tentang nama-nama, rumah-rumah dan apa yang menjadi kebiasaan para bangsawan, mereka membenci puasa, dan hanya menuruti hasrat lidah mereka.” Dari apa yang terjadi itu bukanlah hal yang mengejutkan, bila membangkitkan kemarahan. St. Hieronimus pun difitnah dan juga disebarkan gosip tentang skandal antara dirinya dan St. Paula. Akhirnya St. Hieronimus pun menghindar dan kembali ke Selatan, ia mencoba menenangkan diri dalam kesunyian. Dalam permasalahan ini pun St. Hieronimus berbesar hati dan ia berkata “Kita semua harus bertahan sampai kursi pengadilan Kristus tiba, dan kita dapat tahu roh apakah yang menghidupkan kita.” Sembilan bulan kemudian di Antiokia St. Paula dan St. Eustochium beserta para wanita saleh Roma yang lainnya bergabung kembali dan memutuskan untuk mengasingkan diri bersama dengan St. Hieronimus di tanah suci.
PEMBELAAN TERHADAP IMAN KRISTEN
Karena kemurahan hati St. Paula, maka dibangunlah sebuah biara untuk para biarawan dan biarawati di dekat Basilika Nativity di Bethlehem. St. Hieronimus sendiri hidup di dekat Bethlehem dan membuka sebuah seko-lah. Akhirnya selama beberapa tahun di sana mereka mendapatkan kedamaian. Akan tetapi St. Hieronimus tidak dapat berdiam diri saat kebenaran Iman Kristen terancam. Dia menerbitkan buku di Roma yang melawan Hel-vidius dalam memperdebatkan doktrin tentang keperawanan St. Maria. Helvidius memberikan pengajaran bahwa Maria mempunyai anak-anak dari St. Yusuf setelah kelahiran Yesus Kristus. Selain itu ia menulis buku untuk mela-wan aliran bidaah Jovinian. Hal pertama yang ia jelaskan adalah keperawanan Bunda Maria, yang disangkal oleh para pengikut Jovinian, dan yang kedua adalah melawan pengajaran-pengajaran keliru dan sesat yang lain. Buku-buku itu ditulis dengan keyakinan iman yang kuat, tajam dan keras. Beberapa tahun kemudian St. Hieronimus mengarahkan perhatiannya kepada Vigilantius – Dormantius, kedua imam yang menentang selibat dan penghormatan kepada relikwi orang kudus dan para martir. Mereka menjuluki orang yang menghormatinya sebagai penyembah-penyembah berhala dan ibadat yang sia-sia. Dalam hal itu ia memberikan jawaban “Kami tidak menyembah relikwi para martir itu; tetapi kami menghormati mereka dan kami menyembah Dia yang memanggil mereka pada jalan kemartiran itu, kami menghormati para hamba Allah dan penghormatan yang kami berikan mencerminkan penghormatan dan penyembahan kami kepada-Nya.” St. Hieronimus memberikan arti penghormatan yang sesungguhnya dan memberikan penjelasan tentang perbedaan antara menghormati dan penyembahan berhala. “Tidak ada seorang Kristen pun yang menyembah mereka sebagai Tuhan” dan untuk menunjukkan bahwa para santo dan santa berdoa bagi kita, St. Hieronimus berkata “Jika para rasul dan para martir saat masih hidup di dunia dapat mendoakan orang lain, betapa lebih lagi apa yang dapat mereka lakukan setelah mereka menerima mahkota kemenangan di Surga! Apakah saat ini mereka menjadi tidak berdaya? Ingat mereka kini bersatu dengan Yesus Kristus di Surga!”
Dari tahun 395 sampai 400 St. Hieronimus ikut serta dalam melawan aliran Origenisme. Ada beberapa penulis mengatakan, tidak ada orang yang lebih suka memakai hasil karya Origenes dan mengagumi karyanya itu lebih dari St. Hieronimus; tetapi ditemukan di Gereja Timur ada beberapa orang yang membuat penyesatan yang menyedihkan dengan memakai nama Origenes dan juga dalam beberapa tulisannya. Ia bersama dengan St. Epifanius secara aktif melawan penyebaran ajaran yang tidak benar itu. St. Hieronimus menulis pada tahun 416 “Aku tidak pernah terpengaruh oleh bidaah dan selalu berhasil menekankan sepenuhnya dalam diriku bahwa musuh Gereja juga menjadi musuhku,” tetapi ia begitu bijaksana dan toleran kepada orang lain dengan mengatakan bahwa bukan berarti setiap orang yang berbeda pandangan dengannya adalah juga musuh Gereja. Ia tidak mempunyai sikap yang basa-basi jika memerangi hal kejahatan dan penyesatan, ia adalah orang yang cepat marah dalam hal tertentu, tetapi ia juga orang yang cepat menyesal, bahkan hal itu ia tekankan lebih terhadap dirinya sendiri daripada terhadap orang lain. Ada sebuah cerita bahwa Paus Sixtus V melihat lukisan-lukisan para kudus yang salah satunya terdapat lukisan St. Hieronimus, dan disitu dilukiskan St. Hieronimus sedang memukul dadanya dengan sebuah batu. Dan Paus Sixtus V berkata “Kamu melakukan hal yang baik dengan batu itu, tanpa hal itu kamu tidak akan dikanonisasi dan digelarkan kudus oleh Gereja.”
HIERONIMUS SEORANG AHLI PENTERJEMAH KITAB SUCI
Tidak ada yang disumbangkan oleh St. Hieronimus untuk Gereja yang lebih termasyhur daripada hasil karya penerjemahan Kitab Suci yang begitu indah. Dapat dilihat pada waktu Roma dibawah pimpinan Paus Damasus, St. Hieronimus telah memperbaiki terjemahan Injil, dan seluruh kitab Perjanjian Baru serta Mazmur dalam bahasa Latin kuno. Terjemahan barunya dari bahasa Ibrani terutama Perjanjian Lama adalah karyanya pada tahun-tahun ketika ia tinggal di Bethlehem. Dilihat dalam berbagai sudut pandang penterjemahan dari bahasa asli ke dalam bahasa Latin, terjemahan ini sungguh patut untuk dikagumi. Terjemahannya dalam bahasa Latin mendapat sebutan Vulgata. Hasil karya St. Hieronimus ini telah dinyatakan oleh Konsili Trente sebagai sumber dan acuan resmi Kitab Suci berbahasa Latin dalam Gereja Katolik dan juga menjadi sumber dan acuan dari versi-versi kitab suci yang dibuat atau diterjemahkan dengan bahasa-bahasa lain.
St. Hieronimus telah dibangkitkan oleh Tuhan dengan cara yang khusus dan istimewa. Gereja memberinya gelar yang tertinggi dari semua Doktor yang ada dalam Gereja untuk penterjemahan Kitab Suci. Paus Clement VIII menyebut St. Hieronimus sebagai manusia yang dibimbing secara ilahi dalam menter-jemahkan Kitab Suci itu. Ia dipersiapkan dengan begitu luar biasa oleh Tuhan dalam pembentukannya, ia mengalami pemurnian hati yang besar dan menghabiskan waktu-waktunya dalam keheningan, kontemplasi dan kurban-kurban untuk silih bagi dosa-dosanya. Selain hal-hal tersebut, St. Hieronimus adalah seorang insan Allah, ia senantiasa berusaha mencari Allah dalam kesunyian dan keheningan untuk dapat bersatu dengan-Nya. Kesunyian dan keheningan itu memberi terang dan bantuan rahmat dari surga, memberikan pikiran dan watak yang baru kepadanya, sebelum Tuhan memanggil dan memakainya untuk melakukan kehendak-Nya.
AKHIR HIDUPNYA
Menjelang hari-hari kematiannya St. Hieronimus menunda pekerjaan studinya karena serbuan bangsa Barbar, dan juga kekerasan dan penganiayaan oleh para pengikut bidaah Pelagianisme. Banyak yang disiksa, seorang diakon dibunuh, dan mereka membakar biara-biara. Pada tahun berikutnya St. Eustochium meninggal dan tak lama kemudian St. Hieronimus pun meninggal dunia. Ia meninggal dengan damai pada tanggal 30 september 420. Ia dimakamkan di bawah Gereja Nativity, dan lama sesudah itu jenasahnya dipindahkan ke Roma. St. Hieronimus digambarkan bersama dengan seekor singa yang melambangkan ketidakgentaran dan keberaniannya dalam membela kebenaran iman yang sejati.
Ketekunan St. Hieronimus dalam doa dan kepekaan terhadap bimbingan Roh Kudus, memberi dia kemampuan untuk mengenal dan memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan melalui Sabdanya. Karena itu marilah kita meneladani semangat doa dari St. Hieronimus ini dan keterbukaan hatinya akan kehadiran Roh Kudus agar kita mampu mengenal apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan kita, baik itu lewat Sabda Tuhan sendiri maupun lewat bisikan Roh Kudus di dalam doa-doa harian kita.
Sumber: carmelia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar