Kamis, 06 Oktober 2016

Yesus adalah Adam Kedua


Dewasa ini keragu-raguan akan ke-Allahan Yesus Kristus semakin mencuat, baik dari kalangan Kristen maupun non- Kristen. Mereka mengemukakan argumen-argumennya untuk membantah bahwa Yesus adalah Allah. Salah satu kasus yang menjadi pembahasannya adalah ketika Yesus dicobai. Beberapa orang berpendapat bahwa ketika Yesus dicobai di padang gurun oleh iblis, Ia berpotensi untuk berdosa. Mereka menyamakan posisiNya dengan Adam pada waktu di taman Eden. Tetapi kedua hal ini sebenarnya jelas sangat kontras dimana keadaan Adam pada waktu itu adalah dapat berdosa dan dapat tidak berdosa, sedangkan Yesus sama sekali tidak dapat berdosa (bukan tidak mau).

Dalam kehidupan sebagai pengikut Kristus, tentu kita diperhadapkan dengan berbagai macam pencobaan dalam berbagai bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda. Sebab seperti Firman Tuhan sendiri berkata bahwa ketika kita memutuskan percaya dan menerima Kristus Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka itu artinya kita telah siap untuk memikul salibNya.

Berbicara mengenai pencobaan kita diingatkan kepada Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah sekaligus sebagai manusia pertama yang mengalami pencobaan. Tatkala Adam hidup dekat dengan Allah dalam taman Eden, ia melanggar titah yang telah Allah tetapkan yaitu tidak memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Iblis sebagai pencoba dengan giat melancarkan aksinya sampai sekarang ini, ia senantiasa mengintip setiap orang yang percaya. Keberdosaan Adam menjadikan semua keturunannya turut berdosa. Namun, oleh satu orang juga seluruh dunia selamat, oleh Dia Kristus sebagai Adam kedua yang telah menunjukkan kesetiaanNya di atas salib.

PENCOBAAN ADAM
Kelimpahan yang diberikan Allah kepada Adam ternyata tidak bisa membuat Adam merasa puas. Itulah sebabnya ketika iblis dalam rupa ular mencobainya, ia tidak bisa bertahan melakukan perintah Allah untuk tidak memakan buah larangan itu. Sebab sekalipun iblis berbicara kepada Hawa bukan Adam, namun tetap saja ia gagal karena ketika Hawa menawarkan buah larangan itu kepada Adam pasti ia menceritakan kepada Adam perihal perkataan iblis yang mengatakan bahwa mereka akan menjadi seperti Allah bila memakan buah itu dan Adam pun memakannya. Hal itu menunjukkan bahwa Adam ataupun Hawa memiliki keinginan untuk menjadi sama dengan Allah hingga akhirnya mereka mengabaikan perintah Allah.

Kondisi Manusia Pra-Dosa
Ketika Allah menciptakan manusia yang bernama Adam itu, Ia terlebih dulu membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup supaya menjadi mahkluk hidup (Kej. 2:7). Allah menciptakan manusia begitu sempurna, Ia tidak hanya memberi kehidupan jasmani tetapi Dia juga menanamkan dalam diri manusia nilai-nilai kerohanian. Allah juga tidak menciptakan manusia seperti robot yang harus dikendalikan untuk berbuat ini dan itu. Tetapi Allah memberikan kepada manusia kehendak, yaitu suatu pernyataan diri melalui aspek lain dari kepribadian manusia itu[1]. Selain itu manusia juga dibekali dengan hati nurani sebagai saksi dalam dirinya yang akan memberitahukan bahwa dia harus melakukan yang benar dan tidak melakukan yang dia anggap tidak benar.

Bagaimana kodrat Adam dan hubungannya dengan Allah sebelum ia berdosa? Sebagai manusia yang dicipta langsung oleh Allah maka kondisi Adam adalah sempurna. Adam tidak berdosa sama sekali namun berpotensi untuk berdosa. Adam adalah manusia sempurna, namun dalam kesempurnaannya ia tidak sama dengan Allah. Ketika kita hendak menguraikan tentang hakikat moral Adam sebelum jatuh ke dalam dosa, maka jelaslah bahwa ia tidak berdosa. Sebagian orang mengatakan bahwa itu adalah kekudusan yang pasif yang menjadi Adam bebas dalam kesalahan. Kesuciannya begitu rupa sehingga menjadikan Adam sanggup untuk menikmati persekutuan yang sempurna dengan Allah.

Arti Pencobaan Adam
Setelah Allah menciptakan manusia, maka Ia menempatkan mereka dalam taman Eden. Di taman inilah Allah “menguji” Adam dan Hawa berkaitan dengan ketaatan mereka. Kita jangan salah mengerti seolah-olah Allahlah penyebab manusia jatuh dalam dosa. Itu sebabnya kita harus membedakan “ujian” dan “cobaan”. Ia mengizinkan pencobaan itu ada tetapi bukan berarti bahwa Allah turut dalam pencobaan itu. Sebab sesungguhnya Allah tidak pernah mencobai siapapun (Yak.1 :13). Ujian yang diberikan Allah sangat sederhana: hal itu adalah untuk menentukan apakah mereka akan percaya atau tidak pada Allah dan menaati Dia. Namun demikian, ketidaktaatan memiliki akibat yang sangat fatal yaitu kematian, baik secara fisik maupun kematian rohani. Tujuan Allah dalam ujian ini adalah untuk memberikan Adam suatu pengetahuan akan dosa melalui ketaatan tidak memakan buah dari pohon pengetahuan. Tetapi mereka sampai pada pengetahuan yang baik dan salah dengan cara yang salah[3].
Pencobaan dari setan dalam rupa ular terorganizir dengan baik sampai-sampai manusia yang akrab dengan Allah sekalipun telah masuk dalam perangkapnya. Kalau kita melihat pencobaan yang dilakukan iblis, maka pencobaan itu dapat dibagi menjadi tiga fase:

Setan membangkitkan keraguan pada Firman Allah (Kej. 3:1). Iblis menciptakan kecurigaan akan kebaikan Allah.

Setan berdusta dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan mati (Kej. 3:4). Setan membuat penyangkalan dari pernyataan Allah sebelumnya.

Setan mengatakan sebagian kebenaran (Kej. 3:5). Setan mengatakan bahwa mereka akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat. Memang itu benar tetapi setan tidak mengatakan selebihnya, tentang kesakitan, penderitaan, dan kematian yang akan timbul.

Pertalian Dosa
Ketidaktaat Adam kepada Allah memberi dampak sampai sekarang ini, yakni manusia telah berdosa sejak lahirnya yang disebut dengan dosa keturunan. Pengertian pertalian dosa adalah bahwa “semua orang telah berbuat dosa” (band. Rm. 5:12). Ada sebagian orang yang memahami ungkapan in menyatakan bahwa setiap orang berbuat dosa secara pribadi, dan akibatnya manusia mati. Dosa yang dipertalikan ditularkan secara langsung dari Adam kepada setiap orang dalam tiap-tiap generasi. Dosa yang dipertalikan merupakan suatu pertalian secara langsung, tidak melalui perantara orangtua. Hal inilah yang membedakan dosa pertalian dengan dosa warisan.

PENCOBAAN YESUS
Sama dengan Adam Tuhan Yesus Kristus pun mengalami pencobaan ketika Ia berpuasa di padang gurun selama empat puluh hari, empat puluh malam. Tiga kitab Injil pertama dalam Alkitab menceritakan peristiwa Yesus dicobai di padang gurun dengan versinya masing-masing, namun tetap pada tujuan yang sama (Mat. 4:1-11; Mar. 1:12-13; Luk. 4:1-13). Perbandingan pencobaan yang dialami Yesus dan Adam akan dikupas dalam bab selanjutnya maka kita akan melihat pencobaan yang dilakukan iblis dengan tujuan yang sama yaitu untuk menjatuhkan, tetapi dengan respon yang berbeda dari Adam dan dari Yesus Kristus.

Peristiwa Yesus dicobai di padang gurun merupakan salah satu bagian kehidupan Yesus yang sangat penting. Hampir semua penulis kitab injil membahas hal ini (Mat 4:1-11; Mar 1:12-13; Luk 4:1-13), kecuali Yohanes. Penulis kitab Ibrani juga menyinggung tentang pencobaan Yesus (4:15), walaupun rujukan ini bukan hanya terbatas pada pencobaan di padang gurun. Pencobaan yang dialami Yesus tidak terpisahkan dari peristiwa sebelumnya, yaitu baptisan, karena dua peristiwa ini sama-sama berhubungan dengan status Yesus sebagai Anak Allah.

Bapa memproklamasikan Yesus sebagai Anak-Nya (Luk 3:22; Mzm 2:7), sedangkan iblis menjadikan proklamasi tersebut sebagai sasaran serangan (Luk 4:3, 9 “Jika Engkau Anak Allah…”). Bapa memproklamasikan Yesus sebagai Anak Allah yang menderita (Yes 42:1; 53:1-12), tetapi iblis berusaha menggoda Yesus untuk mengambil jalan yang tanpa penderitaan/salib.

Nature Yesus
Yesus tidak pernah melakukan apapun yang tidak menyenangkan Allah atau melanggar segala perintah Allah yang seharusnya ditaatiNya seumur hidupNya atau gagal menampakkan kemuliaan Allah dalam hidupNya (Yoh. 8:29). Bahkan sampai Ia dicobai di padang gurun, sedikitpun Ia sama sekali tidak melakukan dosa. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai pencobaan Yesus sebaiknya terlebih dahulu kita melihat bagaimana nature Yesus. Yesus Kristus yang kita percaya sebagai Tuhan dan Juruselamat kita adalah salah satu pribadi Allah Tritunggal, yang biasa disebut dengan Allah Anak atau Allah Putra. Maka dengan demikian Yesus adalah Allah, Ia secara mutlak setara dengan Bapa dalam pribadiNya dan karyaNya. Kristus adalah Ilahi yang tak dapat dikurangi. Alkitab dengan tegas menyatakan keilahianNya, itu dapat kita lihat dalam atribut-atributNya, seperti: Dia kekal adanya, Dia Mahahadir (Mat. 28:20), Dia Mahatahu (Yoh. 2:25), Mahakuasa (Mat. 28:18), tidak berubah (Ibr. 13:8), dsb.

Keberdosaan manusia telah membuat manusia itu sendiri kekurangan kemuliaan Allah dan tidak ada satu korbanpun yang sanggup mengembalikan kemuliaan itu selain Allah harus sendiri yang menjadi korban. Karena Dia Allah tentu tidak bisa mati, maka dengan penuh kasih Ia datang merendahkan diri meninggalkan kemuliaanNya, menjadi manusia hanya untuk memikul dosa yang tidak Ia perbuat. Allah turun ke dunia terlihat dalam inkarnasi Yesus Kristus, sehingga Yesus disebut sebagai Allah sejati sekaligus manusia sejati. Apabila Yesus bukan manusia sejati, maka kematianNya di atas kayu salib merupakan ilusi. Tetapi, meskipun dalam rupa sebagai manusia, Yesus tidak bisa bahkan tidak memiliki kemampuan untuk berdosa, mengapa? Jangan lupa bahwa Dia juga Allah sejati, Allah tidak mungkin berbuat dosa.

Tujuan Pencobaan Yesus
Meskipun Yesus selama pelayananNya di bumi berulangkali “dicobai”, tetapi pencobaan terbesar adalah pencobaan ketika di padang gurun. PencobaanNya merupakan ujian untuk mendemonstrasikan kemurnianNya dan ketidakberdosaanNya (Ibr. 4:15) tanpa sekalipun kemungkinan kecenderungan kepada yang jahat. Tatkala Yesus sedang berpuasa empat puluh hari empat puluh malam lamanya, iblis menyangka bahwa Yesus akan jatuh ke dalam kuasanya. Manusiawi Yesus saat itu memang dalam keadaan yang sangat lemah mengingat puasa yang sedang ia jalani, namun jangan lupa bahwa Ia adalah Allah yang kerohanianNya tidak pernah mati atapun melemah.

Kemenangan Atas Dosa
Ketika dicobai di padang gurun, Kristus menunjukkan suatu keunggulan pribadi yang luar biasa. Setelah berpuasa selama 40 hari, keadaan fisikNya menjadi lemah, tetapi kerohanianNya tetap begitu kuat. Kristus menjawab semua cobaan iblis dengan memakai Firman. Tuhan Yesus yang menyatakan kesejajaranNya dengan manusia untuk menggantikan posisi Adam yang pertama. Dia sebagai Adam yang kedua atau yang terakhir. Yesaya 53:10-11 menyatakan bahwa jikalau Kristus mau menyerahkan diriNya maka keturunanNya umurnya akan lanjut, maka Dia akan melihat banyak orang akan dibenarkan; tetapi untuk itu, Dia sendiri harus menjadi korban. Perintah ini begitu berat. Respon yang dilakukan oleh Kristus berbeda dengan Adam. Kristus taat mutlak kepada Bapa sedangkan Adam tidak taat.

Iblis tahu bahwa saat itu Yesus sedang dalam keadaan lapar, tentu kondisi fisiknya sangat lema.. Dalam menghadapi semua pencobaan, Yesus berhasil menanganinya dengan baik. Ia tidak terjebak dengan tidak menggunakan ke-IlahianNya. Karena pada waktu hidup di dunia sebagai manusia Yesus tidak pernah menggunakan keilahianNya untuk kepentinganNya sendiri. Kalau Ia selalu menggunakan keilahianNya untuk kepentinganNya sendiri, maka Ia tidak akan bisa menderita bagi kita. Inilah teladan yang diberikan Yesus kepada kita, yaitu menang terhadap segala pencobaan dan kita akan meraih kemenangan bersama Yesus Kristus Tuhan kita.

KESIMPULAN
Kalau kita membandingkan kedua pencobaan ini, antara pencobaan yang dialami Adam dan Yesus, jelas sangat berbeda. Oleh karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan dari perbandingan kedua pencobaan ini.

Pertama: Adam pertama dicipta dalam keadaan tanpa dosa, ia adalah manusia sempurna. Demikian juga dengan Kristus, Ia yang meskipun telah menjadi manusia, namun Ia tidak berdosa. Yang membedakan keduanya adalah Adam pertama tidak berdosa, namun berpotensi berbuat dosa. Sedangkan Adam kedua tidak berdosa dan tidak berpoteni untuk berdosa. Kalau Kristus adalah manusia, pada saat dicobai apakah Dia berkemungkinan untuk berbuat dosa?

Berabad-abad yang lampau orang berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan ini yaitu: Kristus tidak mungkin berbuat dosa karena Dia adalah Allah 100%. Tetapi dalam kemanusiaanNya, apakah Dia mungkin berbuat dosa?

Tentu jawabannya tetap tidak, Yesus adalah Allah, dalam diriNya sama sekali tidak ada keinginan untuk berdosa. Itulah sebabnya Yesus berhasil dalam mengatasi pencobaan iblis di padang gurun.

Kedua: Adam yang pertama tidak berada di padang gurun, tetapi di taman Eden yang enak. Di dalam kondisi yang enak di taman yang indah, taman yang baik, namun ketika pencobaan datang manusia pertama itu gagal dan jatuh. Dosa yang ia perbuat terus menjalar sampai manusia sekarang ini. Anti-type-nya: Adam yang kedua tidak ditaruh di taman Eden yang enak tetapi di padang gurun yang gersang, di tengah-tengah segala kesulitan, lapar dan dahaga, tapi justru Adam yang kedua berhasil taat sepenuhnya kepada Tuhan.

Yesus adalah Adam kedua atau Adam terakhir. Ia diindentifikasikan sebagai Adam kedua karena dikontraskan dengan Adam pertama, manusia pertama.

Adam pertama adalah manusia ciptaan Allah yang telah berdosa dan gagal mengemban mandat Allah, tetapi Yesus Kristus adalah Adam kedua yang melalui-Nya berkat-berkat Allah dan anugerah Keselamatan diberikan kepada manusia keturunan Adam pertama. Baca dan renungkan ayat-ayat berikut:
Roma15:5
“Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.”
Roma 15:22
“Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”
I Korintus 15:45
“Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar